Sabtu, 18 September 2010

GOLD DINAR

DINAR EMAS ISLAM:Pertimbangan-Pertimbanganpenerapannya dalam Sistim Moneter di Indonesia
Disampaikan oleh:
Hotman Tohir Pohan
Mahasiswa Islamic Economic&Finance USAKTI
Pokok-Pokok Pikiran:
1.Pertimbangan penggunaan mata uang berbasis emas dinar dan dirham untuk mengatasi ketidak stabilan kurs rupiah
2.Merumuskan penggunaan mata uang dinar dan dirham dalam sistim moneter Indonesia saat ini
3.Pada saat ini, produksi emas nasional mayoritas dikuasai oleh perusahaan asing, jika tidak ada tindakan suatu saat cadangan emas nasional bisa habis.Jika hal tersebut terjadi maka konsep mata uang berbasis emas tidak akan berjalan sempurna.( dengan perkataan lain:Jika cadangan emas nasional menipis atau habis ,maka konsep mata uang berbasis emas tidak akan berjalan efektip)
Pertimbangan penggunaan mata uang berbasis emas dinar dan dirham untuk mengatasi ketidak stabilan kurs rupiah
Apabilaberbicara mengenai penggunaan mata uang berbasis emas,maka perbincangan tidak akan lepas dari pembicaraan mengenaisistim moneter standar emas yang pernah diterapkan oleh negara-negara besar seperti Inggris dan Amerika.Sistim Moneter standar Emas Penuh di Inggris dilaksanakan mulai tahun 1821 El-Diwani(2003
Standar Emas
Suatu negara dikatakan memakai standar emas apabila ,Nopirin (1997):
1.Nilai mata uangnya di jamin dengan nilai seberat emas tertentu.
2.Setiap orang boleh membuat serta melebur uang emas.
3.Pemerintah sanggup membeli atau menjual emas dalam jumlah yang tidak terbatas pada harga tertentu ( yang sudah ditetapkan pemerintah ).
Dalam sistem standar emas kurs mata uang suatu negara terhadap negara lain ditentukan dengan dasar emas.Misalnya ,Amerika menetapkan bahwa US $15 = 0,5 gram mas,dan Inggris menetapkan bahwa ₤ 10 = 0,5 gram mas ,maka kurs antara poundsterling dengan Dollar US adalah ₤ 1 = US $ 1,5.Kurs ini akan stabil selama syarat-syarat diatas di penuhi dan lalu lintas emas bebas.Dalam realita ,kurs ini akan berubah-ubah di dalam batas-batas yang ditentukan oleh besarnya biaya angkut emas.
Sebelum Perang Dunia I,banyak negara yang menggunakan uang emas bagi transaksi dalam negerinya maupun bagi transaksi luar negerinya.”Uang emas” ini tidak harus berupa logam emas,tetapi bisa berupa uang kertas yang dijamin sewaktu-waktu bisa ditukarkan dengan x gram emas pada Bank Sentral (uang yang berupa kertas lebih mudah dan murah untuk dibawa dan dipindah-pindahkan ).Secara ekonomis,uang emas logam dan uang emas kertas seperti itutidak ada bedanya,Nopirin ( 1997).Negara yang menggunakan uang emas baik untuk transaksi dalam negerinya maupun transaksi luar negerinya dikatakan menganut system standar emas penuh .
Apabila negara A mengimpor senilai 100 rupiah emas dan mengekspor senilai 80 rupiah emas ,maka kelebihan impornya bisa dibayar dengan “mengekspor” stock emas negara tersebut senilai 20 rupiah emas.Tetapi stock emas tidak lain adalah stock uang atau stock alat tukar yang dipunyai negara tersebut,karena emas juga digunakan juga sebagai alat tukar di dalam negeri.Disini jelas terlihat hubungan langsung antara posisi neraca pembayaran dengan jumlah uang yang tersedia (atau yang beredar) di dalam negeri.Defisit neraca pembayaran berakibat berkurangnya jumlah uang yang beredar di dalam negeri sebesar jumlah yang persis sama dengan besarnya deficit.Sebaliknya surplus neraca pembayaran berarti bertambahnya jumlah uang yang beredar dengan jumlah yang sama dengan besarnya surplus.Hubungan yang langsung dan otomatis seperti ini hanya di jumpai dalam sistim standar emas penuh.Dalam sistim-sistim moneter yang lain ,hubungan antara posisi neraca pembayaran dan jumlah uang beredar di dalam negeri masih tetap ada ,tetapi sifatnya tidak langsung dan tidak otomatis.
Proses Penyeimbangan dalam Kurs Tetap
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya kurs tetap terutama terjadi pada system standar emas.Di dalam standar emas penyeimbanagan kembali suatu Neraca Pembayaran Internasional (NPI) dapat terjadi secara oomatis.Proses otomatis ini melalui suatu mekanisme yang disebut “Specie flow” .Mekanisme ini bekerja sebagai berikut,Nopirin (1997) : apabila terjadi deficit dalam NPI (ekspor < import ) maka akan terjadi aliran emas keluar.Akibatnya cadangan emas berkurang sehingga terjadi penurunan jumlah uang beredar (kemunkinan memberikan pinjaman oleh perbankan berkurang ).Efek selanjutnya ,harga-harga dan pendapatan berkurang.Turunnya harga dan pendapatan akan menyebabkan ekspor naik dan impor turun.Proses ini berjalan terus samapi keseimbangan tercapai ( ekspor sama dengan import).Idea mekanisme ini berasal dari David Hume.
Akan tetapi mengapa upaya-upaya untuk menggunakan standar logam emas sebagai suatu dasar bagi stabilitas moneter seringkali gagal ?; hal ini disebabkan karena kecurangan yang dilakukan oleh negara di dalam menurunkan nilai mata uangnya ,El Diwani (2003).Penurunan ini dilakukan dengan mengurangi kandungan logam berharga dari unit mata uang yang ada.Penurunan dalam kandungan logam ini dibuat melalui pembuatan ulang koin tersebut.Di dalam pembuatan ulang tersebut ,koin yang ada akan dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran yang sah dan ditarik ke percetakan uang untuk dilebur.Bungkah logam yang ditarik tersebut selanjutnya akan digunakan untuk membuat koin baru ,masing-masing koin mempunyai nilai nominal yang sama sebagai peredaran sebelumnya tetapi dengan dengan lebih sedikit logam mulia per koin.Inilah yang disebut dengan Debasement( penurunan kadar).
Selama mekanisme sistim moneter standar emas tersebut dijalankan,sudah terbukti kestabilannya oleh berjalannya waktu ,kestabilan nilai ternyata merupakan faktor yang sangat menentukan apakah suatu mata uang bisa diterima dan berperan sebagai mata uang cadangan Internasional, Budiono (1999). Kapan muncul masalah-masalah moneter yang memusing kepala tersebut ?.Masalah-masalah moneter itu mulai terjadi setelah dunia melepaskan diri dari standar emas dan perak serta berpindah ke sistem uang kertas (fiat money), yaitu mata uang yang berlaku semata karena dekrit pemerintah, yang tidak ditopang oleh logam mulia seperti emas dan perak.
Dalam sistem Bretton Woods yang berlaku sejak 1944, dolar masih dikaitkan dengan emas, yaitu uang $35 dolar AS dapat ditukar dengan 1 ounce emas (31 gram). Namun pada 15 Agustus 1971, karena faktor ekonomi, militer, dan politik, Presiden AS Richard Nixon akhirnya menghentikan sistem Bretton Woods itu dan dolar tak boleh lagi ditukar dengan emas.. Mulailah era nilai tukar mengambang global yang mengundang banyak masalah. Dolar semakin terjangkit penyakit inflasi. Pada tahun 1971 harga resmi emas adalah $38 dolar AS per ounce. Namun pada tahun 1979 harganya sudah melonjak jadi $450 dolar AS per ounce.El-Diwany, (2003)”.
Penyebab utama ketidakstabilan dan tingginya inflasi, adalah karena sistem mata uang yang tidak adil saat ini, menggunakan sistem mata uang hampa (kertas ) tanpa kontrol dan tanpa back up, yang disebut dengan fiat money. Kegagalan dan kezaliman sistem fiat money, telah mendorong para pakar ekonomi yang kritis dan cerdas untuk memikirkan kembali keberadaan uang fiat yang selama ini digunakan secara luas di berbagai negara. Desakan aplikasi dinar tidak saja dari kalangan ekonom muslim, tetapi juga dari para guru besar ekonomi Barat yang Katolik seperti William Shakespeare dari United Kingdom, dan banyak lagi para ekonom yang meyakini keunggulan dinar. Para ilmuwan tersebut sepakat bahwa keberadaan uang fiat yang berlaku saat ini diyakini menjadi salah satu penyebab utama (biang kerok) terjadinya krisis ekonomi, ketidakstabilan ekonomi dan inflasi tinggi yang tak terkawal.
Sejak berlakunya sistem managed money standard ini, ada empat fenomena yang memudhratkan yang terjadi dalam perekonomian.
Pertama, tingkat inflasi yang tinggi dan terus menerus.
Kedua, nilai tukar yang tidak stabil yang membuat perekonomian mengalami volatil yang menggelisahkan siapapun.
Ketiga, ketidakadilan dalam sistem nilai tukar, di mana dolar (kertas) yang tak bernilai secara intsrinsik ditukar dengan limpahan kekayaan negara-negara berkembang, seperti emas, minyak, dan hasil bumi lainnya. Amerika Serikat mencetak kertas-kertas menjadi uang yang bernilai secara nominal, membuat negara tersebut makin perkasa dan berkuasa secara ekonomi. Dolar dicetak tanpa ada pengontrol dari lembaga manapun dan mengekspor uang kertas tersebut ke seluruh dunia.
Keempat, spekulasi yang makin meningkat.
Berdasarkan fakta-fakta dan kondisi yang dialami perekonomian Indonesia ,sudah selayaknya para pakar ekonomi Indonesia memikirkan untuk menerapkan kembali penggunaan uang koin atau logam mas sebagai alat tukar atau transaksi,memang hal tersebut tidak mudah untuk dilaksanakan,bahkan mungkin banyak tantangan yang dihadapi.
Pertimbangan-pertimbangan untuk menerapkan kembali mata uang logam mas sebagai alat pembayaran adalah sebagai berikut,( dikutip dari pesantrenvirtual.com):
1.Penerapan dinar secara luas akan ikut mengurangi inflasi yang selama ini terus membayangi ekonomi berbagai negara. Inflasi sesungguhnya adalah suatu kemudhratan ekonomi yang harus ditekan. Inflasi adalah fenomena yang signifikan meningkatkan kemiskinan masyarakat.
2.Penerapan dinar juga akan mewujudkan stabilitas ekonomi makro-mikro, sehingga ekonomi negara tidak terombang-ambing dan tidak mengalami volatilitas.
3.Maslahat penerapan dinar dan dirham juga akan mengurangi secara signifikan tindakan spekulatif. Kalaupun emas dijadikan sebagai barang perdagangan, namun ketiadaan margin dari transaksinya membuat spekulan tidak mau melakukannya. Hal ini karena adanya keseimbangan antara nilai intrinsik dengan nilai nominal yang terdapat pada dinar.
4.Penerapan dinar menjadi kontribusi nyata sistem moneter syariah yang ikut memperkuat sistem perekonomian nasional, sekaligus memperingan beban ekonomi masyarakat.
5.Penerapan dinar secara fantastik praktis akan mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
Dampak positifnya bagi penciptaan stabilitas moneter adalah akan semakin kecilnya
kemungkinan negara-negara pengguna dinar setiap saat digoyang produsen dolar AS, juga para fund manager --yang sejauh ini terus malakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri dan mengganggu kemaslahatan rakyat banyak di suatu negara.
Mengecilnya ketergantungan terhadap dolar AS akan berkorelasi konstruktif terhadap upaya stabilisasi ekonomi makro dan mikro. Inilah spirit perlindungan kebangsaaan terhadap kepentingan nasional yang seharusnya menjadi bentuk baru nasionalisme saat ini.
6.Penerapan dinar dan dirham sebagai mata uang akan menyulitkan masyarakat untuk melakukan tindakan pemalsuan uang . Hal ini sangat berbeda dengan mata uang kertas yang relatif sangat mudah dipalsukan.
7.Dalam konteks keindonesiaan, penerapan dinar di Indonesia, menyelamatkan destruksi rupiah yang senantiasa terjadi.
Berikutnya adalah perbandingan antara Fiat money dengan Emas sebagai alat tukar,Hamidi (2007):
No
Indikator
Fiat Money
Emas
1
Stabilty
Kurang stabil
Sejarah membuktikan sangat stabil
2
Competitiveness
Kurang kompetitif
Dianggap lebih kompetitif
3
Acceptabilty
Acceptable
Kurang acceptable,sejak tahun 30-an Amerika melarang transaksi domestic menggunakan emas ,meski demikian ,emas satu-satunya komodity yang dipakai sebagai alat penyelesaian clering imbalance antara Bank sentral
4
Flexibilty
Flexible
Bulky (makan tempat),tapi dengan dikenalkannya pembayaran melalui digital gold ,emas bis berpeluang sefleksibel fiat money
5
Fainess
Unfair
Equally fair
6
Foreign Exchange risk
Perlu hedging
Tidak perlu hedging karena emas memiliki nilai intrisik yang otomatis menjadi pelindung bagi dirinya sendiri

Dengan demikian penerapan gold dinar tidak perlu diragukan lagi dan hal tersebut adalah wujud nyata kecintaan kepada kemaslahatan bangsa,dan tidak perlu menunda-nunda lagi.
Merumuskan penggunaan mata uang dinar dan dirham dalam sistim moneter Indonesia saat ini
Di Indonesia saat ini system kurs yang diterapkanadalah system kurs mengambang (floating rate) artinya kurs mata uang asing terhadap rupiah diserahkan kepada mekanisme pasar,dengan demikian kurs akan selalu berfluktuasi tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya baik fundamental maupun tehnikal.Bagaimana rumusan penerapan penggunaan kembali dinar emas tersebut ?
Sejauh ini berdasarkan sejumlah wacana yang berkembang, setidaknya ada beberapa model yang dapat dilakukan sehubungan dengan gagasan memunculkan kembali mata uang dinar dalam perekonomian dan masing-masing memiliki argumen sendiri. Ide pertama, menjadikan uang emas sebagai alat tukar legal, sebagaimana penggunaan dinar pada jaman Romawi dan juga pada jaman Rasulullah sampai dengan Khulafaur Rasyidin. Kedua, emas bukan sebagai alat tukar namun hanya sebagai back up dari mata uang yang berlaku, dan ketiga, menjadikan emas sebagai mata uang yang dijadikan dalam perdagangan bilateral antara dua negara yaitu negara-negara Islam, yaitu negara-negara OKI.
Ada baiknya melihat bagaimana Mahathir Muhammad dan penasehat ekonominya mengajukan proposal penerapan kembali standar emas di Malaysia,Yakcop,(2002b) dalam Hamidi,( 2007),pertama gold dinar tidak menggantikan mata uang lokal.Gold dinar semata-mata hanya akan dipakai dalam perdagangan baik bilateral maupun multi-lateral,sementara uang lokal seperti ringgit,rupiah dan riyal tetap digunakan sebagai mata uang untuk keperluan transaksi domestic di masing-masing negara.
Kedua, gold dinar akan dimaknai sebagai refleksi emas yang tidak muncul dalam bentuk fisik.Contohnya ,satu gold dinar sama dengan satu ons emas.Baru kemudian satu ons emas ini ditetapakn sesuai dengan harga yang berlaku di pasar.Umpamanya, satu ons emas di pasar senilai dengan $ 400,maka nilai dari satu gold dinar akan sama dengan $ 400.
Ketiga,Tidak perlu mentransfer secara langsung emas dari satu negara anggota gold dinar trade block (GDTB) ke negara anggota yang lain ketika transaksi perdagangan dilakukan.Melainkan ,system pembayarannya cukup berupa transfer kepemilikan emas dalam rekening custodian emas masing-masing anggota.Namun demikian dalam periode tertentu ,katakanlah berbasis kwartalan atau bahkan tahunan,negara anggota yang memiliki deficit perdagangan harus memindahkan kepemilikan emasnya ke rekening custodian dari negara yang mengalami surplus perdaganagan.Ketika transfer kepemilikan gold dinar ini oleh sesuatu sebab tidak bisa dieksekusi ,maka perdagangagan bisa diselesaikan dengan mata uang lain, dengan catatan ini hanya berlaku untuk perkecualian ,bukan aturan utamanya.Yakcop (2002b) dalam Hamidi,( 2007)
Keempat,penyelesaian perdagangan akan di fasilitasi dengan menggunakan system Bilateral Payment Arrangement( BPA),ini terjadi bila melibatkan dua negara saja yang menyetujui perdagangan internasionalnya dilakukan dengan gold dinar.Bila pesertanya ada tiga atau lebih ,maka eksekusi perdagangan akan dilakukan dengan metode Multilateral Payment Agreement (MPA), Yakcop (2002b) dalam Hamidi,( 2007).
Kelima, berdasarkan system BPA ,Bank sentral dari anggota GDTB akan menyediakan kredit dalam bentuk gold dinar .Posisi surplus atau deficit yang bisa muncul dalam transaksi perdaganagan dari masing-masing anggota bisa di perpanjang hingga impor atau ekspor waktu yang akan datang atau dicatat dalam balance sheet dari rekening gold dinar dari sentral Bank.
Keenam,perlu didirikan semacam bank kustodian di salah satu anggota dengan maksud agar bisa memudahkan memonitor dan memastikan masing-masing anggota memenuhi jumlah minimal yang disyaratkan dari simpanan emasnya.Institusi ini juga akan memastikan fungsi pembayaran dan sekaligus juga berfungsi sebagai pemegang kustodian dari rekening gold dinar.
Pembayaran dengan gold dinar menggunakan skema BPA, dan MPA di adaptasi dari Meera dan Larbani (2004) dalam Hamidi(2007).
Pembayaran dengan gold dinar dengan menggunakan skema Multilateral Payment Arrangement
GOLD DINAR
Ekspor ke
Malaysia
Indonesia
Iran
Total Ekspor
Net Payment
Malaysia

2,5
3,5
6
Indonesia
3

2,5
5,5
Iran
2
1,5

3,5
Total Impor
5
4
6
15
Bila ada 3 anggota Negara Gold Dinar Trade Block (GDTB) yang melakukan transaksi internasional,maka skema BPA berubah menjadi skema MPA.
Iran mengekspor barang dan jasa ke Malaysia dan Indonesia masing-masing sejumlah 2 juta dan 1,5 gold dinar,total ekspor 3,5 juta gold dinar ,sementara mengimpor dari Malaysia dan Indonesia masing-masing sejumlah 3,5 dan 2,5 juta gold dinar,total impor 6 juta gold dinar.Jadi net payment yang dilakukan Iran adalah 6 jt gold dinar dikurang 3,5 jt gold dinar yaitu 2,5 gold dinar.Dalam contoh ini total volume perdagangan menjadi 15 juta gold dinar dan hanya melibatkan pembayaran bersih dari Iran hanya 2,5 juta gold dinar.Dengan kata lain terjadi effisiensi yang signifikan yang besarnya akan bertambah sejalan dengan bertambahnya anggota atau ditambahnya periode evaluasi,misalnya dari periode kuartalan menjadi tahunan.Dengan cara ini ,aliran gold dinar ke rekening custodian akan bisa diminimalkan
Jika cadangan emas nasional menipis atau habis ,maka konsep mata uang berbasis emas tidak akan berjalan efektip
Setelah Perang dunia I ,emas mulai ditinggalkan sebagai satu-satunya standar moneter internasional,Budiono ( 1994).Sebab utama dari makin ditinggalkannya emas sebagai standar moneter dunia bukanlah karena orang-orang dan negara-negara tidak lagi percaya pada nilai emas,tetapi karena jumlah emas yang tersedia semakin tidak cukup untuk menunjang transaksi-transaksi nasional maupun internasional yang semakin meningkat akibat dari pertumbuhan perekonomian dan perdagangan dunia.Sistem standar emas justru menjadi penghambat pertumbuhan perekonomian dan perdagangan dunia.Dimana –mana terjadi “krisis Likiditas” karena tidak cukupnya alat pembayaran untuk menyangga volume transaksi yang semakin membesar. Melemahnya dollar sebagai standar moneter internasional sangat mengacaukan perekonomian dan perdagangan dunia .Masalah pokoknya adalah selama dollar sebagai standar moneter internasional belum ada gantinya,kecenderungan masyarakat dunia untuk “kembali ke standar emas” akan berakibat timbulnya krisis likiditas dunia yang lebih parah,Budiono,( 1994).Karena jumlah emas yang tersedia dan laju pertambahannya dari tahun ke tahun adalah jauh dari cukup untuk menyangga volume dan laju pertumbuhan perdagangan internasional.Dengan demikian keefektifan system standar emas tergantung dari ketersediaan persediaan emas di dalam negeri suatu negara yang menerapkannya.
Menjawab keraguan apakah emas memiliki persediaan yang cukup jika dikonversikan kepada jumlah uang beredar seperti di Indonesia bahkan dunia ?
Untuk menjawabnya, penulis mengutip dari situs hafiz341.net : ” Secara singkat, ada beberapa argumen yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Saat ini diperkirakan jumlah emas dipermukaan bumi yang telah diproduksi mencapai 5 miliar ons. Di sisi lain jumlah uang yang beredar baik berupa uang kartal (uang kertas dan koin) ditambah dengan uang giral (bank deposits) atau dikenal dengan M1 nilainya sekitar 30 triliun dolar. Jika harga emas saat ini USD 6,000/ons, maka nilai supply emas tersebut cukup untuk menggantikan peran uang kertas. Untuk membeli barang seharga 1 dolar misalnya cukup dengan 0,0002 oz emas.
Belum lagi ketika perak juga dijadikan sebagai mata uang resmi yang di dalam Islam dikenal dengan istilah dirham, ketersedian uang untuk kegiatan ekonomi akan sangat memadai. Untuk menutupi kebutuhan transaksi yang nilainya lebih kecil, cukup diatasi dengan pencetakan dirham dalam berbagai ukuran. Larangan menimbun emas dan perak (kanz/hoarding) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Islam menjadi sangat relevan agar perputaran emas dan perak sebagai uang terus berjalan.
Alasan lain adalah dalam standar emas pertumbuhan supply uang bergerak secara bebas seiring dengan pertambahan dan penyusutan jumlah emas. Nilai mata uang emas secara alamiah menentukan berapa besar daya beli yang dikandungnya terhadap barang dan jasa yang ada (purchasing power).
Tidak menjadi masalah apakah nilai kekayaan direpresentasikan dengan unit uang yang besar atau kecil, banyak atau sedikit. Sebab yang penting adalah uang tersebut memiliki daya beli yang tinggi. Justru yang menjadi masalah adalah ketika jumlah unit uang terus bertambah, sementara nilai kekayaan secara riil tidak bertambah bahkan merosot. Hal ini karena daya beli uang (purchasing power) akan terus merosot akibat digerogoti inflasi. Tidak terasa semakin lama, makin banyak jumlah uang yang dibutuhkan untuk membeli barang yang sama.
Di sisi lain sebagaimana yang dinyatakan oleh Meera,( 2002), bahwa ketika sejumlah negara telah menggunakan emas sebagai alat tukar dan menjalin kerjasama dengan efektif, maka jumlah uang yang dibutuhkan sebenarnya tidak terlalu besar dari yang dibayangkan. Sebagai contoh, ketika nilai ekspor Indonesia selama setahun ke Malaysia sebesar Rp 10 triliun dan masa yang sama mengimpor dari negara tersebut sebesar Rp 9 triliun, maka uang emas yang dibutuhkan secara riil bukan 19 triliun namun hanya 1 triliun (Rp 10 triliun-Rp 9 triliun) Semakin banyak negara yang bekerjasama maka kebutuhan emas akan semakin sedikit.
Transaksi emas lintas negara dapat difasilitasi dengan pendirian semacam Bank Kustodian yang mencatatat pergerakan ekspor dan impor masing-masing negara sekaligus dapat difungsikan sebagai penyimpan stok cadangan emas. Emas hanya ditransfer kedalam kurun waktu tertentu, misalnya setiap akhir tahun.
Referensi:
Budiono,(1994 ),Ekonomi Moneter,Edisi Ketiga,Cetakan Kedelapan,Penerbit BPFE Yogyakarta
_______,(1999),Ekonomi Internasional,edisi pertama cetakan keduapuluh,Penerbit BPFE Yogyakarta.
El-Diwani,(2003),The Problem With Interest,Sistem Bunga dan Permasalahannya,Penerbit Akbar Media EkaSarana,Jakarta.
Hamidi,(2007),Gold Dinar,Sistem Moneter Global yang Stabil dan Berkeadilan,Penerbit Senayan Abadi Publishing, Jakarta.
Meera,(2002),The Islamic Gold Dinar,Pelanduk Publicatation,Selangor Malaysia.
Nopiran,( 1997), Ekonomi Internasional,Edisi Ketiga,Cetakan Ketiga,Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar