SHURATIC PROCESS
Metodologi ekonomi Islam mengungkap permasalahan manusia dari sisi manusia yang multi dimensional tersebut. Keadaan ini digunakan untuk menjaga obyektivitas dalam mengungkapkan kebenaran dalam suatu femomena. Sikap ini melahirkan sikap dinamis dan progressif untuk menemukan kebenaran hakiki. Kebenaran hakiki adalah ujung dari kebenaran. Sumber ilmu ekonomi Islam Menurut M Akram Khan, sumber pembentukan ilmu ekonomi Islam adalah: 1. Al-Qur’an 2. As-Sunnah 3. Hukum Islam dan yurisprudensinya (Ijtihad) 4. Sejarah peradaban umat Islam 5. Berbagai data yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi Sementara itu Masudul Alam Chowdhury, merumuskan metodologi Islamic Economic dengan istilah shuratic process. Penggunaan istilah shuratic berasal dari dari kata syura/musyawarah, untuk menunjukkan bahwa proses ini bersifat konsultatif dan dinamis. Metodologi ini merupakan upaya untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat transenden, sekaligus didukung oleh kebenaran empiris dan rasional yang merupakan tolak ukur utama kebenaran ilmiah saat ini. Sementara seorang muslim meyakini bahwa kebenaran utama dan mutlak berasal dari Allah, sedangkan kebenaran dari manusia bersifat tidak sempurna. Akan tetapi manusia dikaruniai akal dan berbagai fakta empiris di sekitarnya sebagai wahana untuk memahami kebenaran dari Allah. Perpaduan kebenaran wahyu dan kebenaran ilmiah akan menghasilkan suatu kebenaran yang memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Menurut Chouwdhury sumber utama dan permulaan dari segala ilmu pengatahuan (primordial stock of knowledge) adalah al-Qur’an, sebab ia merupakan kalam Allah. Pengetahuan yang ada dalam al-Qur’an memiliki kebenaran mutlak (absolute), telah mencakup segala kehidupan secara komprehensif (complete) dan karenanya tidak dapat dikurangi dan ditambah (irreducible). Akan tetapi, al-Qur’an pada dasarnya tidak mengetahui pengetahuan yang praktis, tetapi lebih pada prinsip-prinsip umum. Ayat-ayat al-Qur’an diimplementasikan dalam perilaku nyata oleh Rasulullah, karena itu as-Sunnah juga adalah sumber ilmu pengetahuan berikutnya. Al-Qur’an dan Sunnah kemudian dapat dielaborasi dalam hukum-hukum dengan menggunakan metode epistemological deduction, yaitu menarik prinsip-prinsip umum yang terdapat dalam kedua sumber tersebut untuk diterapkan dalam realitas individu. Selanjutnya dalam epistemologi Ekonomi Islam diperlukan ijtihad dengan menggunakan rasio/akal. Ijtihad terbagi kepada dua macam, yaitu ijtihad istimbathi dan ijtihad tathbiqi. Ijtihad istimbathi bersifat deduksi, sedangkan ijtihad tathbiqi bersifat induksi. Dari segi kuantitas orang yang berijtihad, ijtihad dibagi kepada dua, yaitu ijtihad fardi (individu) dan ijtihad jama’iy (kumpulan orang banyak). Ijtihad yang dilakukan secara bersama disebut ijma’ dan dianggap memiliki tingkat kebenaran ijtihad yang paling tinggi. Dalam membicarakan epistemologi ekonomi Islam, digunakan metode desuksi dan induksi. Ijtihad tahbiqi yang banyak mengunakan induksi akan menghasilkan kesimpulan yang lebih operasional, sebab ia didasarkan pada kenyataan empiris. Selanjutnya, dari keseluruhan proses ini –yaitu kombinasi dari elaborasi kebenaran wahyu Allah dan as- Sunnah dengan pemikiran dan penemuan manusia yang dihasilkan dalam ijtihad akan menghasilkan hukum dalam berbagai bidang kehidupan. Jika diperhatikan, maka sesungguhnya Shuratic proses ini merupakan suatu metode untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang memiliki akar kebenaran empiris (truth based on empirical process).
Di Iktisarkan dari berbagai sumber , terutama kuliah dari Prof.Masudul Alam Choudory,Lecturer of PostGraduate IEF USAKTI,Jakarta